Minggu, 27 Oktober 2013





Pada jaman penjajahan belanda sebagian besar lahan masih tertutup oleh hutan primer
dan tidak terganggu, dengan adanya perkembangan penduduk dan penambahan oleh
industri perkayaan dalam beberapa dekade terakhir yang semakin meluas,maka areal yang belum terganggu diupayakan untuk dialokasikan dan diperuntukkan sebagai kawasan konservasi.

Pada tahun 1972 terbentuk Sub Balai PPA Provinsi Sulawesi Utara

Pada tahun 1977 areal Taman Nasional yang sekarang ini belum diperuntukkan sebagai kawasan konservai.

Pada tahun 1977 sampai dengan 1979 Seksi PPA Bolaang Mongondow. Yang didukung oleh WWF dipimpin oleh Dr. John Mackinnon dengan proyek WWF.

Pada tahun 1977 Tim WWF membuat proposal dan mengusulkan pembentukan kawasan cagar alam yang meliputi Daerah Aliran Sungai Dumoga proposal ini mengusulkan ± 52.000 Ha daerah vital sebagai daerah tangkapan air untuk keperluan irigasi di daerah Dumoga.

Pada tahun yang sama Tim Surve PPA mengusulkan antara lain, 106 640 Ha kawasan hutan sebagai Cagar Alam, 58 240 Ha sebagai Suaka Margasatwa  dan 1 600 Ha sebagai  Taman Wisata dengan jumlah 166500 Ha.

Berkaitan dengan adanya tumpang tindih peruntukan kawasan oleh proposal pengusahaan hutan oleh PT Intomas Utama, maka usulan dari PPA dikurangi oleh pemda Sulawesi Utara menjadi 107 000Ha untuk Suaka Margasatwa dan tidak termasuk DAS Dumoga (25 000 Ha). Ini menjadi hasil akhir dari proposal PPA.

Selanjutnya pada tahun 1978 areal hutan tangkapan air yang berada dibagian atas/hulu sungai Bone telah ditetapkan sebagai hutan lindung untuk meminimalkan kerusakan akibat banjir bagi Kota Gorontalo dan DAS Bone tersebut direkomendasikan oleh WWF sebagai kawasan Cagar Alam dengan luas 96 000 Ha.

Pada tahun 1978 WWF dan PPA Membuat proposal untuk kawasan hutan yang tersisa yaitu 66.000 Ha berada diantara SM Dumoga dan CA. Bone yang kondisi hutannya masih asli (tidak berubah) yang cocok diperuntukan sebagai kawasan Taman Nasional.

Pemda Sulawesi Utara menunda rekomendasi dari proposal ini mengingat masih tumpang tindih dengan usulan pengusahaan hutan oleh PT Intomast Utama.

Pada tahun 1979 dari Bank dunia mengunjungi proyek irigasi di Dumoga, dan didampingi oleh ahli dari WWF Dr. Dick Watling, Tim mengakui betapa pentingnya perlindungan bagi keseluruhan DAS Dumoga untuk kepentingan masyarakat, mereka menunjukan kepedulian mereka terhadap penebangan kayu pada hulu sungai yang menyebabkan terbukanya DAS Dumoga untuk perladangan berpindah,maka Pemda Sulawesi Utara menyetujui bahwa area yang diusulkan oleh PT Intomast Utama dimasukan menjadi kawasan Cagar Alam.

Sejak saat itu dari ketiga proposal tersebut ditetapkan berdasarkan keputusan Menteri masing- masing sebagai berikut:
  1. Suaka Margasatwa  Dumoga dengan surat keputusan Mentri pertanian no 476/Kpts/ Um/8/1979,bulan Agustus 1979. batas- batas dimasukan kedalam ketetapan resmi yang membuat areal seluas ± 93.500 Ha
  2. Suaka Margasatwa Bone dengan surat keputusan Menteri  Pertanian nomor 764/Kpts/Um/12/1979 bulan desember 1979. Batas-batas dimasukan kedalam ketetapan resmi yang memuat areal seluas ±110 000 Ha.
  3. Cagar Alam Bulawa dengan surat keputusan Menteri Pertanian nomor 438/Kpts/Um/8/1980 bulan juni 1980 . Batas-batas dimasukan ketetapan resmi yang memuat areal seluas ± 75 200 Ha .
Sehingga luas keseluruhan dari ketiga kawasan adalah 278 700 dan pengelolaan pengawasan di lapangan dilakukan oleh Sub Balai PPA Sulawesi Utara.

Pada bulan Oktober tahun 1982 Taman Nasional Dumoga Bone diumumkan oleh Menteri pertanian dalam koperensi Taman Nasional sedunia di bali , dan di tetapkan dengan surat keputusan Menteri Pertanian nomor 736/Menten/X/1982, bulan Oktober 1982 yang mencakup :
1.      Suaka Margasatwa Dumoga luas ± 93 500 Ha
2.      Suaka Margasatwa Bone luas ± 110 000 Ha
Cagar Alam Bulawa luas ± 75 200 Ha

Pada tahun 1981/1982 sampai dengan tahun 1982/1983 , sudah dimulai kegiatan tata batas di Suaka Margasatwa Dumoga yang di mulai dari lokasi Bumbungon dengan tanda batas nomor pal batas B1. sampai pal batas B 740 dan di Suaka Margasatwa Bone yang di mulai dari lokasi Tulabolo dengan tanda batas B 1 sampai dengan pal batas B 540 yang dilaksanakan oleh Balai Planologi Ujung Pandang .

Pada tahun 1984 diterbitkan surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 096/Kpts/II/1984 tanggal 12 Mei 1984 tentang struktur Organisasi dan Tata Kerja Taman Nasional .

Pada tahun 1998sampai dengan tahun 1990 penataan batas Kawasan Taman Nasional dilanjutkan oleh Balai Inventarisasi dan perpetaan Hutan Wilayah VI Manado dan Sub Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Manado. Secara fisik penataan batas Kawasan sudah selesai dilaksanakan , namun menurut laporan ada pal yang terbuat dari beton banyak yang tidak di pasang dan diganti dengan pal kayu khususnya pada lokasi-lokasi yang sulit dijangkau . Dan keberadaan pal kayu tersebut sudah rusak/lapuk bahkan banyak yang sudah hilang jejaknya .

Pada tahun 19981 diterbitkan surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 731/Kpts-II/91, tanggal 15 Oktober 1991 tentang perubahan fungsi SM Dumoga , SM Bone dan CA, Bulawa didaerah Kabupaten Bolaang Mongondow dan Kabupaten Gorontalo Propinsi Dati I. Sulawesi Utara seluas ±287 115 Ha menjadi Taman Nasional Dumoga Bone.

Pada tahun 1992 diterbitkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 1068/Kpts-II/92, tanggal 12 November 1992 tentang perubahan nama Taman Nasional Dumoga Bone menjadi Taman Nasional Nani Wartabone dan di resmikan oleh presiden RI.

Pada tahun 1992 diterbitkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 1127/Kpts-II/92 tanggal 12 Desember 1992 , tentang perubahan kedua Keputusan Menteri Kehutanan nomor 731/Kpts-II/1991 tentang perubahan fungsi SM .Dumoga .SM .Bone .dan CA . bulawa diKabupaten Dati II Bolaang Mongondow dan Kabupaten Dati II Gorontalo . Propinsi Sulawsi Utara Dan Keputusan Menteri Kehutanan nomor 731/Kpts-II/1991 tentang Perubahan fungsi SM .Dumoga, SM.Bone, dan CA. Bulawa di Kabupaten Dati II Bolaang Mongondow dan Kabupaten Dati II Gorontalo propinsi Sulawesi Utara . Menjadi Taman Nasional Dumoga Bone yang telah di ubah dengan Keputusan Menteri Kehutanan nomor 1068/Kpts-II/1992 tanggal 18 November 1992 tentang nama Taman Nasional Nani Wartabone diubah menjadi Taman Nasional Nani Wartabone.

Pada tahun 1997 diterbitkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 185/Kpts-II/1997 tanggal 31 Maret 1997. tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasioal dan Unit Taman Nasional.


KRONOLOGIS KAWASAN CAGAR ALAM GUNUNG AMBANG TAMAN NASIONAL BOGANI NANI WARTABONE

 

Gunung Ambang di tunjuk sebagai Kawasan Cagar Alam berdasarkan surat keputusan Menteri pertanian nomor 359/Kpts/Um/6/1978 bulan Juni 1978 dengan luas 8638 Ha.

Pada tahun 1978 penataan batas Cagar Alam Gunung Ambang sudah dimulai dan dilaksanakan oleh BalaiPlanologi Ujung Pandang . Adapun pelaksanaan tata batas di Cagar Alam Gunung Ambang banyak menemui hambatan / kendala dari masyarakat, karena banyak kebun / ladang dimasukan kedalam Kawasan Cagar Alam dan masyarakat di perintahkan untuk  turun dan tidak berkebun pada lokasi tersebut .

Adapun kebun / ladang yang di masukan kedalam Kawasan Cagar Alam ada beberapa
lokasi sebagai berikut :